KH As'ad Samsul Arifin atau lebih
dikenal dengan sebutan Kiai Haji Raden As'ad Samsul Arifin, lahir pada tahun
1897 di Mekah - meninggal 4 Agustus 1990 di Situbondo pada usia 93 tahun, KH As’ad
Samsul Arifin adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Desa
Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. KH As’ad Samsul Arifin
adalah ulama besar sekaligus tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) dengan jabatan terakhir
sebagai Dewan Penasihat atau Musytasar
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga tutup usia. Ia adalah penyampai pesan
atau Isyarah yang berupa tongkat
disertai ayat al-Qur'an dari K.H. Kholil Bangkalan untuk K.H. Hasyim Asy'ari,
yang merupakan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama.
Pada tanggal 9 November 2016
sesuai Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016 KH As’ad Samsul Arifin di
angkat menjadi Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo.
Riwayat Hidup
Kiai As’ad, yang rajin membaca dan berlangganan enam koran ditambah sebuah majalah mingguan berdarah Madura asli. Kiai As'ad adalah anak pertama dari pasangan Raden Ibrahim dan Siti Maimunah, keduanya berasal dari Pamekasan, Madura. Ia mempunyai adik bernama Abdurrahman. Ia dilahirkan di perkampungan Syi'ib Ali, dekat Masjidil Haram, Mekah, ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Kiai As'ad masih memiliki darah bangsawan dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Raden Ibrahim (yang kemudian lebih dikenal dengan nama K.H. Syamsul Arifin) adalah keturunan Sunan Ampel dari jalur sang ayah. Sedangkan dari pihak ibu masih memiliki garis keturunan dari Pangeran Ketandur, cucu Sunan Kudus.
Kiai As’ad, yang rajin membaca dan berlangganan enam koran ditambah sebuah majalah mingguan berdarah Madura asli. Kiai As'ad adalah anak pertama dari pasangan Raden Ibrahim dan Siti Maimunah, keduanya berasal dari Pamekasan, Madura. Ia mempunyai adik bernama Abdurrahman. Ia dilahirkan di perkampungan Syi'ib Ali, dekat Masjidil Haram, Mekah, ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Kiai As'ad masih memiliki darah bangsawan dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Raden Ibrahim (yang kemudian lebih dikenal dengan nama K.H. Syamsul Arifin) adalah keturunan Sunan Ampel dari jalur sang ayah. Sedangkan dari pihak ibu masih memiliki garis keturunan dari Pangeran Ketandur, cucu Sunan Kudus.
Pada usia enam tahun, Kiai As'ad
dibawa orang tuanya pulang ke Pamekasan dan tinggal di Pondok Pesantren Kembang
Kuning, Pamekasan, Madura. Sedangkan adiknya, Abdurrahman, yang masih berusia
empat tahun dititipkan kepada Nyai Salhah, saudara sepupu ibunya yang masih
bermukim di Mekah. Setelah lima tahun tinggal di Pamekasan, Kiai As'ad diajak
ayahnya untuk pindah ke Asembagus, Situbondo, yang pada saat itu masih berupa
hutan belantara yang terkenal angker dan dihuni oleh banyak binatang buas dan
makhluk halus. Kiai As'ad diajak ayahnya pindah ke pulau Jawa untuk menyebarkan
agama Islam di sana.
Pendidikan
Sebagai anak seorang ulama, sejak
kecil Kiai As'ad sudah mendapat pendidikan agama yang diajarkan langsung oleh
ayahnya. Setelah beranjak remaja, ia dikirim ayahnya untuk belajar di Pondok
Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, sebuah pesantren tua yang didirikan oleh K.H.
Itsbat Hasan pada tahun 1785 Di Pondok Pesantren tersebut, Kiai As'ad diasuh
oleh K.H. Abdul Majid dan K.H. Abdul Hamid, keturunan dari K.H. Itsbat.
Setelah tiga tahun belajar di
Pesantren Banyuanyar (1910-1913), ia kemudian dikirimkan ayahnya ke Mekah untuk
menunaikan ibadah haji dan melanjutkan belajarnya di sana. Di Mekah, ia masuk
ke Madrasah Shalatiyah, sebuah madrasah yang sebagian besar murid dan
guru-gurunya berasal dari al-Jawi (Melayu). Ia belajar ilmu-ilmu keislaman
kepada ulama-ulama terkenal, baik yang berasal dari al-Jawi (Melayu) maupun
dari Timur Tengah.
Di antara guru-guru Kiai As'ad
ketika belajar di Mekah antara lain:
a. Syeikh
Abbas al-Maliki
b. Syeikh
Hasan al-Yamani
c. Syeikh
Muhammad Amin al-Quthbi
d. Syeikh
Hasan al-Massad
e. Syeikh
Bakir (K.H. Bakir asal Yogyakarta)
f. Syeikh Syarif as-Sinqithi
Setelah beberapa tahun belajar di
Mekah, Kiai As'ad kemudian pulang ke Indonesia. Setelah sampai di kampungnya,
ia tidak langsung mengajar di pesantren ayahnya, Kiai As'ad memutuskan untuk
memperdalam ilmunya dan melanjutkan belajarnya. Ia pergi ke berbagai pesantren
dan singgah dari pesantren satu ke pesantren lain, baik untuk belajar maupun
hanya untuk ngalaf barakah (mengharap berkah) dari para kiai.
Syeikh Hasan al-Massad |
Mengasuh pesantren
Pada tahun 1908, setelah pindah
ke Situbondo, Kiai As'ad dan ayahnya beserta para santri yang ikut datang dari
Madura membabat alas (menebang hutan) di Dusun Sukorejo untuk didirikan pesantren
dan perkampungan. Pemilihan tempat tersebut atas saran dua ulama terkemuka asal
Semarang, Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah.
Usaha Kiai As'ad dan ayahnya
tersebut akhirnya terwujud. Sebuah pesantren kecil yang hanya terdiri dari
beberapa gubuk kecil, mushala, dan asrama santri yang saat itu masih dihuni
beberapa orang saja.
Sejak tahun 1914, pesantren
tersebut berkembang bersamaan dengan datangnya para santri dari berbagai daerah
sekitar. Pesantren tersebutlah yang akhirnya dikenal dengan nama Pondok
Pesantren Salafiyah Syafi'iyah.
Setelah K.H. Samsul Arifin
meninggal pada tahun 1951, pondok pesantren tersebut ganti diasuh oleh Kiai
As'ad. Di bawah kepemimpinan Kiai As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah
berkembang semakin pesat, dengan bertambahnya santri hingga mencapai ribuan.
Kemudian, lembaga pendidikan dari pesantren tersebut akhirnya semakin
diperluas, tanpa meninggalkan sistem lama yang menunjukkan ciri khas pesantren.
Pesantren tersebut mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan
Madrasah Aliyah, kemudian didirikan pula sekolah umum seperti SMP, SMA, dan
SMEA.
Wasiat kepada para santrinya
Meskipun Kiai As'ad telah
meninggal, namun dawuh (nasihat) maupun perkataannya masih melekat dan diikuti
oleh para santri dan pecintanya. Di antara wasiat (pesan) Kiai As'ad yang
pernah ia sampaikan kepada para santrinya ialah:
1. Santri
Sukorejo yang keluar dari NU (Nahdlatul Ulama), jangan berharap berkumpul
dengan saya di akhirat.
2. Santri
saya yang pendiriannya tidak dengan saya, saya tidak bertanggung jawab di
hadirat Allah SWT (Subhanahu Wa Ta'ala).
3. Santri
saya yang pulang atau berhenti harus ikut mengurusi dan memikirkan paling tidak
salah satu dari tiga hal, yakni: Pendidikan Islam, dakwah melalui NU dan
ekonomi masyarakat.
Istiqamah (terus menerus) membaca
Ratibul Haddad.
Santri saya sebenarnya umum, anak
siapa saja, dalam keadaan bagaimana saja, pasti selamat dan jaya asal jujur,
giat dan ikhlas.
Sumber
Bibit Suprapto (2009). Ensiklopedi Ulama Nusantara. Gelegar Media Indonesia. ISBN 979-980-6611-14-5. Halaman 258-263.
Syamsul A. Hasan (2003). Kharisma Kiai As'ad di Mata Umat.
PT LKiS Pelangi Aksara. ISBN 978-979-3381-30-5. Halaman 3-6.
www.sukorejo.com: Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
Salafiyah Syafiiyah. Diakses 24 April 2014
www.taufiq.net: Kiai As'ad: Neka Guruna. Diakses 24 April
2014
"Gelar Pahlawan Nasional akan di berikan pada KH As'ad
Syamsul Arifin". Detik.com. 9 November 2016.
Samsul Munir Amin (2008). Karomah Para Kiai. PT LKiS Pelangi
Aksara. ISBN 978-979-8452-49-9. Halaman 210-212.
www.muslimedianews.com: Inilah 5 Wasiat KHR. As'ad Syamsul
Arifin untuk Santrinya. Diakses 24 April 2014
Wikipedia
No comments:
Post a Comment