Praktek
dirumah sakit kali ini sungguh menyisakan pahit dihati ini, Kebetulan saya
berada diruangan medikal khusus laki-laki, dibangsal yang berisi lebih dari 30
orang saya terpaku melihat mereka yang sedang terbaring sakit, Nampak sekali
raut kesedihan diwajahnya, perasaan pilu karena berada ditengah orang yang
sedang mengalami kesusahan dan saya tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi
beberapa pasien ada yang seusia ayahku, semakin membuat diri ini merasa sedih,
tak betah namun harus dijalani.
Banyak
sekali diantara mereka menderita penyakit jantung, penyakit yang sangat
ditakuti sampai saat ini, pasien dengan penyakit jantung permasalahannya cukup
mudah dipahami, pembuluh darah yang selama ini bisa mengalirkan
darah dari jantung keseluruh tubuh tidak dapat menjalankan fungsinya dengan
baik karena adanya hambatan berupa plak dipembuluh darah, ibaratkan
selang air ketika kita menyiram tanaman, selang tidak dapat
mengeluarkan air karana didalam selang ada kotoran sehingga pancaran siramannya
pun sedikit, dan ini sangat berbahaya bagi tubuh kita karena metabolisme disemua
organ harus terpenuhi dengan baik dan juga hambatan itu menyebabkan nyeri hebat di
dada sehingga pasien merasa kesakitan.
Penyebab
pastinya belum jelas maka dalam istilah medis kita menggunakan istilah faktor resiko,
sebelum saya masuk rumah sakit dan membaca beberapa jurnal international tentang
penyakit jantung faktor resiko penyakit jantung antara lain, rokok, diet,
hipertensi dan jarang olah raga namun yang selalu menempati urutan teratas
adalah merokok, tergelitik dalam hati untuk menanyakan mengapa mereka merokok? Karena
peringatan tentang bahaya merokok bertebaran dimana-mana, tapi mengapa mereka
tetap merokok? Ketika saya tanyakan perasaan mereka setelah tahu mereka
menderita penyakit jantung semua mengatakan menyesal telah merokok selama ini
dan mereka menyampaikan bahwa sulit untuk berhenti merokok, rokok memang sudah
menjadi candu baginya.
Mungkin
kita harus flash back pada motivasi seseorang dalam merokok, terutama di Indonesia,
dari pengamatan yang saya lakukan, alasan awal mereka merokok adalah perasaan
ingin dihargai dan dihormati, ini banyak ditemukan pada anak-anak yang belajar
merokok karena dulu saya dan teman-teman pernah mencoba untuk merokok ketika
beberapa kali mencoba saya belum pernah mendapatkan nikmatnya merokok dan sebenarnya
dia diawal kami merasakan hal yang sama seperti batuk dan sedikit pusing, namun
kebanyakan mereka bertahan karena pujian yang mengalir dari orang lain ketika
melihat mereka merokok dan percaya atau tidak orang-orang akan lebih menghargi mereka
yang merokok, mudahnya perokok akan menghargai orang yang merokok tapi tidak
mengijinkan orang lain untuk merokok, mungkin karena mereka tahu bahayanya atau
alasan yang lain, fakta yang terjadi lingkungan berat sebelah dalam memberikan
penilaian atau penghargaan orang untuk nakal mengapa saya mengatakan nakal
karena pintu awal kenakalan remaja adalah merokok, lingkungan lebih menghargai
anak nakal dari pada menghargai anak baik-baik, benarkah pernyataan ini? Atau anda
tidak percaya? Perlu bukti, ok coba kita lihat ketika jaman SMA misalnya, anak
yang merokok dan bandel akan lebih dihargai dari pada anak yang pandai di
sekolahnya? Saya tidak berbicara tentang penghargaan berupa sertifikat atau
yang lainnya namun ini adalah penghargaan, penghormatan dan pengakuan personal
yang secara tidak langsung menguatkan mereka untuk tetap merokok sehingga
banyak anak yang semula tidak merokok mencoba untuk merokok agar existensinya
juga diakui dan secara tidak langsung anak merokok itu keren, benarkah demikian
lingkungan kita menghargai anak nakal dari pada yang pandai? Sedikit contoh Coba
kita lihat apabila ada anak cewek ulang tahun waktu SMA kriteria anak yang
diundang pasti mereka yang popular dan memiliki katagore antara lain suka
pacaran, nakal, suka olah raga dan pintar pintar dikategorikan sebagai undangan
terkahir karena kutu buku jarang sekali masuk dalam kategori keren dan ini
dikuatkan dengan film dan acara-acara televisi lainnya.
Jadi
apa yang harus kita lakukan untuk mengurangi populasi perokok di Indonesia dan
dunia, cukup kurangi pengakuan atau penghargaan pada mereka yang merokok, kita
rubah definisi keren menjadi definisi yang mengarah pada kebaikan bukan
keburukan, sebelum semua terlambat dan rokok menjadi adiktif bagi mereka yang
coba-coba untuk merokok, mari kita selamatkan orang-orang disekitar kita, ingat
penilaian dan saran anda bagi orang lain sangat berpengaruh terhadap kesuksesan
mereka, mari kita kembalikan definisi keren ke definisi yang baik. Bagi yang
tidak setuju silahkan berpendapat dan berkomentar, salam sukses
Kholid
Rosyidi MN
No comments:
Post a Comment