Monday, November 24, 2014

Seberkas cahaya di Masjid Ban Nua Thailand



Rombongan International Student PSU di Masjid Ban Nua
Tepat pukul 1 siang rombongan international student Prince Of Songkla university berangkat ke  Masjid Ban nua untuk mengikuti rihlah dan pengajian dengan materi “Fatwa ulama tentang Toleransi Budaya di Thailand dan Pemberdayaan Komunitas Muslim” Sebelum berangkat ke Masjid Ban Nua kita mampir ke pantai dekat masjid
untuk relaksasi dan berfoto ria, para international student memang sangat gemar foto selfie termasuk saya..he karena acara yang sebenarnya baru akan dimulai pukul 04.00 ba’da ashar waktu setempat, sesampainya dimasjid kita disambut dengan pemandangan indah masjid yang besar dan beberapa gedung sekolah disekitarnya, penilaian sementara saya tidak berbeda dengan masjid kebanyakan di Indonesia, Masjid Ban Nua terdiri dari 2 lantai, lantai 1 ada perpustakaan dan koperasi serta ruang baca serbaguna yang bisa dibentuk seperti ruang rapat sederhana ditambah lagi jamaah sholat asharnya kebanyakan para lansia hemmm… mirip di tempat kita bukan?, Sehabis sholat ashar kami diterima oleh imam Masjid Ban Nua yang bernama Ustadz Thabrani Bin Abdul Latif, kesempatan ini merupakan kesempatan istimewa karena tidak mudah untuk bertemu imam Masjid Ban Nua ada diantara kami yang pernah ke Masjid Ban Nua 2 kali tapi belum pernah bertemu beliau.

Ibu-ibu mahasiswa Master dan Phd PSU
Singkat cerita kita banyak berdiskusi, pada awalnya ustadz memberi pengantar tentang sejarah Masjid Ban Nua yang sebenarnya Masjid tersebut sudah ada sejak dulu namun baru di pugar 17 tahun yang lalu dengan dana dari masyarakat kampung sekitar kurang lebih ada seribu delapan ratus muslim di kampung tersebut dan mayoritas penduduk Ban Nua bekerja sebagai nelayan dan anda tahu biaya untuk renovasi masjid tersebut? 30 juta bath atau setara dengan 10,5 milyar rupiah (kurs 1 bath 350 rupiah) ya dari kampung nelayan 17 tahun yang lalu bisa mengumpulkan dana sedemikian besar tanpa biaya dari pemerintah pula, tidak sampai disana kita dibuat takjub, masjid ini juga mempunyai amal usaha berupa koperasi, koperasi simpan pinjam, badan amil zakat dan juga ada tradisi unik setiap hari jumat mereka mengadakan acara minum teh dan makan bersama, dalam acara tersebut banyak warga muslim berdatangan plus memberikan infaq pada masjid, belum lagi mereka punya homestay yaitu rumah warga yang disewakan dan uang sewa tersebut 30% masuk kas masjid mereka paham betul akan potensi wisata yang dimiliki daerah sekitar sehingga total perputaran uang yang ada 20 juta bath atau 7 milyar rupiah selama satu tahun angka yang fantastis untuk ukuran sebuah masjid. Hebatnya lagi koperasi simpan pinjam tersebut juga terbuka untuk non muslim, untuk dana operasional perbulan masjid lebih kurang 700.000 bath (250 juta rupiah) he..he sangat besar sekali bukan? belum sampai disitu saja masjid tersebut juga memberikan beasiswa untuk siswa berprestasi yang ingin melanjutkan kuliah sampai tingkat perguruan tinggi karena sekolah di masjid ini hanya sampai sekolah dasar saja dan masjid juga bisa memberikan bantuan pada 7 orang dhuafa dengan biaya masing-masing sebesar 7000 bath per bulan, kami semua tercengang dan bertanya-tanya mengapa bisa luar biasa seperti ini Masjid Ban Nua apalagi mereka tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, pemerintah Thailand hanya memberikan bantuan untuk guru yang terdaftar di kementrian pendidikan saja selebihnya dana operasional sekolah mereka sendiri yang mengelola, aku pun bertanya-tanya dan Pak Risky mahasiswa phd asal Unand (Universitas Andalas) yang kebetulan telah lama di Hat Yai berbisik padaku bahwa Ustad Thabarani itu seorang seorang doctor dan s1nya di Arab, s2nya di Malaysia dan s3nya di Taksin University dalam hati saya bergumam pantas saja takmirnya doctor otomatis memiliki pemikiran yang luas dalam mengembangkan masjid ini, wajar saja kalau beliau sibuk dan sulit ditemui, saya membandingkan di kampung saya takmir masjid biasanya seorang pansiunan atau orang yang tidak bekerja malah ada orang gila yang dijadikan muadzin masjid dan istimewanya tugas takmir hanya adzan dan sholat berjamaah saja, bukan itu saja Pak Cecep (Universitas Pajajaran) selaku ketua ngajikun PERMITHA (Persatuan Mahasiswa Indonesia Thailand) cabang Shongkla juga terpesona dan ingin memiliki buku pedoman yang mereka miliki untuk menjalankan system yang ada untuk kita pelajari.

Pak Cecep memberi cinderamata
untuk masjid
diwakili oleh Ustadz Thabrani
Kembali pada tujuan kita adalah rihlah tentang “Fatwa ulama tentang Toleransi Budaya di Thailand dan Pemberdayaan Komunitas Muslim” karena kami ingin mengetahui bagaimana kaum minoritas disini untuk survive dalam memegang teguh keyakinan, ada yang menarik dari penjelasan Ustadz Thabarani beliau mengatakan kalau dikampung ini ada yang dinamakan hukum adat yang menganut system syariat ada majelis yang terdiri dari orang-orang pilihan yang berwenang untuk memberikan fatwa kepada setiap kaum muslim disini, yang jelas di Thailand selatan kalau sudah berbicara muslim pasti perempuan disini semua memakai hijab atau jilbab dan laki-lakinya senang menggunkan baju gamis tidak seperti saya yang ketika baru datang ke Thailand membeli nasi memggunakan celana kolor dan kaos oblong dengan lantang berucap “assalamulaikum”, hukum syariat tidak main-main contoh apabila ada seorang non muslim ingin menikahi wanita muslimah dan berniat masuk islam maka si laki-laki non muslim harus di karantina alias mengaji terlebih dahulu untuk dinilai keseriusan masuk islam jadi niat menikahnya harus Lillahita'alla ini merupakan pencegahan terbaik agar tidak terjadi seperti yang sering kita temukan di infotainment, sehingga jarang sekali mereka yang sudah masuk islam kembali menjadi kafir, dan bagi mereka yang suka meminum minuman keras dan narkoba mereka memberikan sangsi sosial yaitu dengan tidak mendapatkan layanan sosial seperti zakat, layanan kematian hanya sebatas fardhu kifayahnya saja dan pembiayaan lainnya yang telah saya sebutkan diatas tapi setelah dirangkul atau diperingatkan terlebih dahulu.

TS lagi action
Mengenai tradisi non muslim yang ada disana atau batasan toleransi, Ustadz Thabarani menyampaikan bahwa mereka melarang para warga muslim untuk mengikuti aktifitas yang berbau kesyirikan meskipun hanya untuk melihat beliau paham betul maksud dan tujuan dari masing-masing acara yang ada, para ulama di Masjid Ban Nua sangat tegas dan berani meskipun semua orang mahfum kalau Thailand selatan mayoritas muslim tapi dipimpin oleh pemimpin non muslim, kembali kita menanyakan apakah ada intervensi dari pemerintah dan warga non muslim yang mungkin tidak senang dengan aktifitas umat muslim disini? Beliau menjawab tidak ada malah dengan tenang beliau menjawab pemerintah Thailand sangat toleran dan bisa jadi lebih toleran dari pemerintahan yang dipegang oleh umat islam itu sendiri. Secara tidak langsung Ustadz menyidir Negara kami..he karena you know lah Indonesia mayoritas islam tapi?..he
Dari sini kita bisa melihat islam begitu luar biasa dalam mensejahterakan kehidupan umat, mereka minoritas tapi sangat dihargai dan disegani bahkan pemerintah menaruh hormat pada mereka, sedikit pesan yang kita dapat bahwa persatuan umat dalam menjalankan aturan islam sangat besar dampaknya namun sayang kita sebagai umat islam terkadang masih tidak kaffah dalam menjalaninya apa yang telah diajarkan oleh rasullulah karena islam sendiri tidak bisa kita ambil sepotong-sepotong atau dimodifikasi sekehendak kita karena Allah SWT yang paling tahu kelebihan dan kekurangan manusia, so muslim maju karena memegang teguh agamanya, muslim hancur karena menjauhi agamanya, mari bersama-sama kita tegakkan pilar-pilar islam yang selama ini terabaikan.


Wallahu'alam bissawab

No comments:

Post a Comment